Ketika sebuah peradaban mencapai puncak kejayaannya, kemakmurannya akan tampak dalam setiap aspek kehidupan, dari yang paling besar hingga yang terkecil. Mulai dari megahnya istana-istana, hingga indahnya bunga-bunga yang mekar di taman-taman dan halaman rumah yang menyenangkan pandangan. Laporan ini mengajak kita menelusuri suasana perayaan Idulfitri di masa silam, sebagaimana terekam dalam berbagai kitab sejarah, biografi, dan peninggalan kebudayaan Islam di Andalusia.
Bulan Sabit yang Menyerupai Sang Kekasih
Menyambut hilal Syawal di Andalusia bukan hanya sekadar penanda masuknya hari raya, tapi juga momentum yang dirayakan dengan semarak. Para penyair bahkan memanfaatkan kemunculan hilal ini sebagai metafora untuk mengungkapkan kerinduan mereka kepada sang kekasih. Seperti yang dilakukan oleh Ibn Sayyid al-Batalyusi yang membandingkan rindunya kepada seekor kuda milik Raja al-Zhafir, dengan kerinduan umat Islam terhadap hilal Idulfitri:
Seolah hilal telah muncul di wajahnya, hingga mata kita pun condong kepadanya karena rindu yang dalam.
Ketika hilal Syawal terlihat, kegembiraan segera menyelimuti baik anak-anak maupun orang dewasa. Taman-taman yang indah dan alun-alun kota berubah menjadi arena perayaan sejak pagi hari. Lelaki dan perempuan berdatangan menuju tempat salat Id dengan pakaian warna-warni dan wewangian harum semerbak. Kota-kota seperti Sevilla, Toledo, Granada, Cordoba, Leon, Castile, Zaragoza, Lisbon, Valencia, Barcelona, dan Madrid (dulu disebut Majrit), seakan menjadi panggung besar tempat berkumpulnya penyair, sastrawan, ksatria, bangsawan, anak-anak, dan gadis-gadis. Semua bersuka cita menyambut hari kemenangan, saling memberi hadiah dan "uang saku" Idulfitri.
Semangat Ramadan dalam Nuansa Idulfitri
Suasana Ramadan di Andalusia sangat hidup. Penduduknya biasa mengisi pagi hari dengan bekerja, lalu beristirahat saat panas menyengat di siang hari. Setelah berbuka, kehidupan malam dimulai; toko-toko dibuka, para penjual kue dan minuman segar berkeliling menyusuri jalan-jalan kota. Pada malam 27 Ramadan, masjid-masjid menyala terang dan dipenuhi para jamaah.
Ketika Idulfitri tiba, umat Islam saling memberi ucapan selamat, saling memaafkan, mengunjungi sanak keluarga, dan menyambung tali silaturahmi. Keceriaan tampak dari hidangan-hidangan yang disajikan dan pakaian-pakaian baru yang dikenakan. Suasana religius ini tergambar dalam syair Qadhi Muhammad ibn Abdullah al-Ma’fari al-Ishbili yang menggambarkan jamaah salat Id:
Wahai Tuhan segala makhluk, kepada-Mu mereka berdiri beribadah, berserah diri dan mengangkat tangan, dengan hati yang ikhlas dan tubuh yang khusyuk, mereka bersujud menangis. Siang mereka adalah malam, malam mereka adalah petunjuk, agama mereka adalah pengawasan, dan dunia mereka tak berarti.
Perayaan Beraroma Wangi Mawar
Di Granada, masyarakat memenuhi jalan-jalan pada hari raya, menyemarakkan suasana dengan wewangian air mawar (ghaliyah). Orang-orang saling melempar jeruk dan ranting bunga sebagai ungkapan kebahagiaan, diiringi nyanyian, tarian, dan sorakan riang.
Bagi warga Andalusia, hari raya memiliki makna khusus. Mereka bersemangat mengenakan pakaian terbaik. Penyair Abu Ishaq al-Ilbiri bahkan mengkritik seorang pria yang menyombongkan diri dengan pakaian barunya di hari raya:
Hari rayamu yang agung adalah saat Tuhan mengampunimu, bukan saat kau menyombongkan pakaianmu yang megah. Betapa banyak orang berpakaian baru namun agamanya compang-camping, dan betapa banyak orang berpakaian lusuh namun takwanya meneteskan air mata langit dan bumi.
Hari raya juga identik dengan salat Id yang dilaksanakan di tanah lapang. Penyair Muhammad ibn Isa ibn Quzman al-Zuhri menulis:
هو هلال الفطر، أو قل: هو هلال العيد، فَلَقَه صباحٌ مشى الناس فيه مشي الحباب، ولبسوا أفضلَ الثياب، وبَرَزُوا في مُصلاَّهم من كل باب
Ini adalah hilal Idulfitri, atau katakan saja: hilal hari raya. Ia muncul di pagi hari, orang-orang pun melangkah dengan semangat, mengenakan pakaian terbaik, dan keluar dari setiap penjuru menuju tanah lapang.
Penyair Ibn Darraj pun mengabadikan salat Id dalam dua puisinya yang ditujukan kepada dua pemimpin berbeda, yaitu al-Mansur Mundhir ibn Yahya dan al-Muzaffar Yahya ibn al-Mansur. Dalam salah satu baitnya ia berkata:
Hilal malam menjanjikan pagi yang cerah, kala umat berkumpul untuk salat dan doa di tanah lapang.
Puisi Sebagai Hadiah Hari Raya
Tradisi unik di Andalusia adalah memberikan "eidiyah" dalam bentuk puisi kepada para penguasa dan tokoh penting negara. Penyair Ibn al-Jayyab dan Ibn Zamrak dikenal sebagai penyair istana yang menghadiahkan syair kepada Sultan Muhammad V al-Ghani Billah. Ibn Zamrak menulis dalam baitnya:
Sebentar lagi kau akan melihat hari raya datang membawa kemenangan, dengan kabar gembira yang menyenangkan. Nikmatilah kebahagiaan itu sebagaimana kau inginkan, karena harapan kini dekat untuk diraih.
Ibn Khafajah pun menulis puisi menyambut Idulfitri untuk memuji Pangeran Ibrahim ibn Yusuf ibn Tashfin, pemimpin Shatiba pada tahun 510 H. Ia menutup puisinya dengan:
Engkau telah disambut oleh hari raya yang datang menghampirimu, seolah takkan muncul jika bukan karena kehadiranmu.
Kemeriahan Sepanjang Hari
Suasana meriah berlangsung sepanjang hari. Sebagian orang bahkan berlomba-lomba untuk tetap terjaga tanpa tidur, menikmati hidangan lezat, musik, berkuda, dan naik kereta bunga yang dihias dengan bunga-bunga musim semi. Ditambah dengan cuaca cerah khas Semenanjung Iberia, yang sejak dahulu menjadi destinasi wisata dunia.
Di tengah alun-alun dan taman-taman, mata dimanjakan oleh arsitektur khas Andalusia yang indah dan tertata, penuh warna-warni bunga dan keharmonisan desain. Nuansa ini mengilhami banyak penyair, seperti Ibn Zamrak yang menulis:
Wahai yang rindu pada tanah Najd dan majelisnya, ketahuilah bahwa Granada telah menjelma menjadi Najd di lembahnya. Berdirilah di taman itu, dan pandangilah keindahannya. Ia bagaikan wanita anggun yang berhias dengan senyuman bunga di sepanjang lehernya.
Menelusuri Jejak Hari Raya di Andalusia
Berjalan-jalan di Andalusia saat Idulfitri serasa berada dalam dunia dongeng. Kuda-kuda Andalusia yang merupakan hasil persilangan kuda Arab dan Iberia tampak menghiasi jalan-jalan, baik yang lebar maupun sempit, yang menanjak atau menurun, semuanya tertata dengan batu-batu berwarna. Jalan-jalan tampak bersih, dinding rumah dicat putih, balkon dihiasi bunga warna-warni, dan aroma melati menyebar di udara. Gemericik air dari pancuran menambah harmoni suara yang menenangkan bagi setiap pengunjung.
Kuliner Andalusia di Hari Raya
Masyarakat Andalusia juga terkenal dengan beragam hidangan istimewa saat hari raya. Makanan mereka biasanya berbahan dasar buah-buahan, keju kambing, dan rempah seperti saffron. Ada beberapa hidangan umum di berbagai desa, namun ada juga yang khas pada satu wilayah tertentu, tergantung budaya dan hasil alam setempat.
Di antara hidangan khas Andalusia adalah sup saffron (marqah za’faran), tajin keju, makaroni buatan tangan yang direbus lalu ditaburi keju parut, serta banadhij (empanada), adonan semolina berisi daging yang dipanggang dan konon dahulu digunakan untuk menyembunyikan emas saat pengungsian.
Ada juga hidangan khas pesta seperti kabamah (semur daging dan kentang goreng), kabkabah (semur ikan atau daging dengan sayuran awetan), qisalish (potongan daging berbalut telur dan keju), dan 'Ayn al-Sayyidah (adonan berisi pasta kurma atau tomat dengan telur rebus, mirip pizza modern). Kue-kue manis seperti samsa, qayzatah (adonan almond dan air mawar), ka’k al-waraq (kue berbentuk gelang berisi buah kering), malabbas (permen berlapis air mawar), dan baghrir (pancake manis) juga menjadi suguhan istimewa yang biasa dipertukarkan sebagai hadiah hari raya.
Posting Komentar